HeadlineNTB NTB (Lombok Timur) - Berawal dari banyaknya pohon kelapa di tempat tinggalnya, Ansori bersama para pemuda dusun Gubuk Barat Desa Korleko Kecamatan Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur kembangkan usaha Kerajinan Sapu Lidi yang beromset puluhan juta.
"Karna melihat potensi bahan baku yang
tersedia dari wilayah Korleko khususnya, begitu banyak maka kita berfikir dan
punya gagasan untuk membuat sebuah produk yaitu membuat sapu Lidi"
tuturnya Ansori kepada Headlien NTB.
Sapu Lidi yang diberikan merek “ Kampung Lidi
Korleko” diharapkan bukan hanya dikenal di wilayah korleko saja, namun kedepanya
dapat dikenal seluruh wilayah di Nusa
tenggara barat dan luar Nusa Tenggara Barat.
“Jadi kita berharap nama Kampung Lidi Korleko ini
akan dikenal bukan hanya dilingkup Desa Korleko saja tetapi sampai keseluruh
pelosok yang di wilayah NTB ini," lanjut Ansori.
Ansori yang juga staf Kantor Desa Korleko Kasi pemerintahan saat ini mampu memperkerjaan 13 orang pekerja yang dominasi oleh ibu rumah tangga di sekitar kampungnya.
“jumlah pekerja dibagi dua, tahap pertama
pekerja bagian masukan Lidi ke lakopat (plastik), kita perkerjaakan Ibu Ibu
rumah tangga yang saat ini yang aktif 9 orang, bagian pemasangan gagang pekerja
aktif 4 orang, bila permintaan banyak sampai 6 - 7 orang hingga totalnya 13 orang pekerja,” jelas
Ansori.
Sementara omset dalam perbulannya, usaha Sapu Lidi
ini tembus hingga 30 jutaan sampai 40
juataan dengan target pasar Kabupaten Sumbawa,Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu
dan memenuhi permintaan toko glosiran di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah
Dan Mataram.
"Omsetnya dalam satu bulan, kalau kita kan
disini melayani paket nglosir dan pesanan. tetapi kalau kita pakai glosiran
kita lepas 7 setengah dan perbulan itu bisa sampai dua puluh ribuan, sehingga
omsetnya itu perbulan tembus sampai 30 dan 40 jutaan, itu dipasarkan sampai Sumbawa
bima Dompu dan memenuhi permintaan toko grosiran Lombok Timur, Praya dan
Beratais Cakra," ungkap Ansori.
Ansori juga mengungkapkan kendala selama menggeluti
usaha Sapu Lidi yang ia jalani, mulai dari tidak seragamnya harga
dipasaran hingga peralatan produksi yang
masih manual.
" Terkadang kita kewalahan disaat pemasaran, saat
sepakatan dengan harga yang sudah disepakati kadang kadang ada juga Teman teman
Yang Waku penjualannya itu dilapangan itu dibawah harga normalnya sehingga mau
tidak mau yang namanya pelanggan pastinya mencari harga yang lebih murah,”
katanya.
"Kedala yang lain Juga karna lidi ini dalam
proses pembuatan dari proses awal dari menghaluskan lidi ini masih menggunakan tenaga
manual disaat ada pesanan yang sangat banyak kadang kadang kita kewalahan ditambah
lagi kadang bahan baku lidi tidak mencukupi permintaan," imbunhya.
Ansori berharap kedepan usaha seperti ini harus mempunya
asosiasi hingga memudahkan untuk mengatur harga di pasaran, selain itu ia
berharap dinas terkait untuk dapat mempromosiakan produknya sehingga lebih dikenal
lagi masyarakat luas.
"Harapannya, memang kita di UMKM yang punya usaha mikro mungkin kita harus dibuatan sejenis asosiasi atau apalah namanya, baik kita menyepakati harga dipasar itu sehingga tidak ada harga yang kita anggap tinggi ataupun rendah mungkin perlu dibangun komunikasi bersama dalam peroses penjualannya, "harapnya
“Harahapan besar kita, dinas dinas terkait, misalkan Dinas Kebersihan, Dinas LHK mampu dan memberikan kita kesempatan untuk bagaimana produknya kita itu juga di promosikan dengan menggunakan produk kita langsung bukan dari luar," tutupnya.